Minggu, 29 September 2019
30 September 2019
30 September dua ribu sembilan belas.
pagi ini kopi ku terasa pahit di depan kelas.
dengan raut wajah yang mulai memelas.
melihat mahasiswa berjuang demi negara yang berkelas.
Satu demi satu berita duka telah tiba.
Sakit hingga mati terlihat sedih wajah mahasiswa.
demi sang merah putih mereka berdiri terluka.
menjadi saksi indonesia yang belom merdeka.
Kamis, 26 September 2019
Pagi ini dipinggir meja kantor
Pagi ini dipinggir meja kantor
Duduk tegak bagai sang ilustrator
Tak dihargai terus dicaci sampai kotor
seperti di anggap bagai seorang Koruptor
Pagi ini menulis dalam rindu
Baju rapih ternodai mulut dinginmu
Tak di pandang bagai kotoran lembu
Seperti jijik melihat seorang penipu
Pagi ini kucoba bertahan
Layar komputer menjadi seserahan
tak di beri tugas menjadi sang rembulan
Seperti Batu yang dibuang di pinggir jalan
Duduk tegak bagai sang ilustrator
Tak dihargai terus dicaci sampai kotor
seperti di anggap bagai seorang Koruptor
Pagi ini menulis dalam rindu
Baju rapih ternodai mulut dinginmu
Tak di pandang bagai kotoran lembu
Seperti jijik melihat seorang penipu
Pagi ini kucoba bertahan
Layar komputer menjadi seserahan
tak di beri tugas menjadi sang rembulan
Seperti Batu yang dibuang di pinggir jalan
Rabu, 25 September 2019
Mencoba Untuk Berdiri Melawan NKRI
Hari ini aku berdiri
Di depan gedung DPR
mencoba agar tidak dikebiri
walaupun masih banyak PR
Kami tidak sendiri
Kami berdiri untuk memberi
aspirasi sang mentari
untuk dijadikan bukti
bahwa indonesia harga mati
meski kuping ini tuli
kami akan selalu disini
mencoba untuk berlari
membela NKRI
demi Negri yang lestari
Di depan gedung DPR
mencoba agar tidak dikebiri
walaupun masih banyak PR
Kami tidak sendiri
Kami berdiri untuk memberi
aspirasi sang mentari
untuk dijadikan bukti
bahwa indonesia harga mati
meski kuping ini tuli
kami akan selalu disini
mencoba untuk berlari
membela NKRI
demi Negri yang lestari
Selasa, 24 September 2019
Hidup Mahasiswa Indonesia
Pagi, Putra Putri Indonesia
tak pernah takut membela negara
Mahasiswa menjadi buktinya
Anak STM pun ikut berkerja
Rakyat menjadi saksi dengan mata
Berjuanglah sang para pujangga
badan tegar membela dengan suara
meski tangis terus merajalela
merah putih akan selalu di dada
demi masyarakat yang telah berjasa
#HidupMahasiswa
tak pernah takut membela negara
Mahasiswa menjadi buktinya
Anak STM pun ikut berkerja
Rakyat menjadi saksi dengan mata
Berjuanglah sang para pujangga
badan tegar membela dengan suara
meski tangis terus merajalela
merah putih akan selalu di dada
demi masyarakat yang telah berjasa
#HidupMahasiswa
Minggu, 22 September 2019
Gundah sang rambulan di malam hari
Gundah sang rambulan di malam hari
memandang dunia selalu terasa mati
terkikis kata menjadi resah sendiri
tak mampu berjalan dan ingin memiliki
Selalu bermimpi,
menjadi mentari di malam gelap
selalu bahagia dan tidur dengan lelap
meski dunia tak terlihat gemerlap
Hilangkan mimpi itu
Perbaiki hati dan pikiran ini
Karena,
Gundah tak menjadi abadi
Gundah tak selalu menghakimi
Gundah tak menakuti
Gundah tak membuat mati
Ketika Gundah terasa sendiri, Sabari
ketika Gundah terasa sakit, Sabari
Ketika Gundah tak ada yang mengasihi, Sabari
Sabarlah..
memandang dunia selalu terasa mati
terkikis kata menjadi resah sendiri
tak mampu berjalan dan ingin memiliki
Selalu bermimpi,
menjadi mentari di malam gelap
selalu bahagia dan tidur dengan lelap
meski dunia tak terlihat gemerlap
Hilangkan mimpi itu
Perbaiki hati dan pikiran ini
Karena,
Gundah tak menjadi abadi
Gundah tak selalu menghakimi
Gundah tak menakuti
Gundah tak membuat mati
Ketika Gundah terasa sendiri, Sabari
ketika Gundah terasa sakit, Sabari
Ketika Gundah tak ada yang mengasihi, Sabari
Sabarlah..
Senin, 16 September 2019
Dosa sang pujangga
Dosa sang pujangga
Menagis menatapi derita
Melihat dunia seaakan tak punya berita
Berkerja, seakan tak pernah merana
Tapi hati gelisah bagai seorang pujangga
Duduk terdiam mencari kata - kata
Melihat cahaya yang terus merona
Merangkai cerita, membalut hari dengan pena
Bagai sesosok sang penerima luka
Sakit terus menyelimuti duka
Menjadi merah dimata dan terlihat merona
Tanpa rasa, mencoba untuk menghapus dosa
Menutupi hidup yang penuh dengan sengsara
Sang derita, menjadi malapetaka
Bahagia datang seakan takkan pernah lupa
Dosa yang terus menyelimuti dunia
Walau hati sang pujangga telah merasa merdeka
Menagis menatapi derita
Melihat dunia seaakan tak punya berita
Berkerja, seakan tak pernah merana
Tapi hati gelisah bagai seorang pujangga
Duduk terdiam mencari kata - kata
Melihat cahaya yang terus merona
Merangkai cerita, membalut hari dengan pena
Bagai sesosok sang penerima luka
Sakit terus menyelimuti duka
Menjadi merah dimata dan terlihat merona
Tanpa rasa, mencoba untuk menghapus dosa
Menutupi hidup yang penuh dengan sengsara
Sang derita, menjadi malapetaka
Bahagia datang seakan takkan pernah lupa
Dosa yang terus menyelimuti dunia
Walau hati sang pujangga telah merasa merdeka
Minggu, 15 September 2019
Pohon
Aku sedang merangkai pohon, dengan daun kering yang mulai terjatuh.
Memanjakan diri dengan pupuk yang membuatku tangguh.
Kurangkai tanah disisiku agar terlihat meriah.
Akar demi akar kutanamkan dengan mewah.
Mengikis cahaya matahari yang panas hanya untuk tumbuh.
berharap engkau kan datang kepadaku membawakan secangkir air yang bersih.
Memanjakan diri dengan pupuk yang membuatku tangguh.
Kurangkai tanah disisiku agar terlihat meriah.
Akar demi akar kutanamkan dengan mewah.
Mengikis cahaya matahari yang panas hanya untuk tumbuh.
berharap engkau kan datang kepadaku membawakan secangkir air yang bersih.
Sang Ibu
Ibuku Bagaikan Sebuah Jam yang berbunyi setiap hari,
Mengetuk pintu, membisikkan nyanyian embun pagi,
Berharap sang ayam keluar dari kandangnya untuk berlalri,
menanak nasi, membelai panasnya sang api,
Makan, sarapanmu sudah siap kata sang penari,
mengiris lelah, keringat tak lagi memiliki arti,
Demi sepatah kata sang ibu pun berlari,
Hati hati dijalan nak, semoga hari mu indah seperti layaknya sang mentari.
Sang mentari pergi, sang penari pun tetap menjadi saksi,
Menutup pintu rumah dengan keringat yang sungguh berarti,
Menghela nafas, berharap bahagia kan sesalu menemani,
Mengetuk pintu, membisikkan nyanyian embun pagi,
Berharap sang ayam keluar dari kandangnya untuk berlalri,
menanak nasi, membelai panasnya sang api,
Makan, sarapanmu sudah siap kata sang penari,
mengiris lelah, keringat tak lagi memiliki arti,
Demi sepatah kata sang ibu pun berlari,
Hati hati dijalan nak, semoga hari mu indah seperti layaknya sang mentari.
Sang mentari pergi, sang penari pun tetap menjadi saksi,
Menutup pintu rumah dengan keringat yang sungguh berarti,
Menghela nafas, berharap bahagia kan sesalu menemani,
Cinta Bercerita
Cinta,
Bagaikan sebuah cerita,
tak tau mengarah kemana,
kucoba untuk merangkai kata,
dengan mata buta yang penuh luka,
mungkin ini sebuah derita,
tanpa rasa benci yang ada di berita,
mungkin kah ini surga? atau hanya tanda.
tapi ini terlihat indah di mata,
bagai cahaya sang bunga.
Bagaikan sebuah cerita,
tak tau mengarah kemana,
kucoba untuk merangkai kata,
dengan mata buta yang penuh luka,
mungkin ini sebuah derita,
tanpa rasa benci yang ada di berita,
mungkin kah ini surga? atau hanya tanda.
tapi ini terlihat indah di mata,
bagai cahaya sang bunga.
Jumat, 13 September 2019
September Kelabu
September kelabu,
tak jarang mimpi menjadi pilu,
bila hati ini ragu,
Sang rembulan pun menjadi benalu.
Kubuka mata agar semua berlalu,
melihat kaca yang retak tanpa pernah ragu,
kucoba untuk berjalan mesti takkan pernah tahu,
hingga kudapat kepingan cahaya dimatamu.
tak jarang mimpi menjadi pilu,
bila hati ini ragu,
Sang rembulan pun menjadi benalu.
Kubuka mata agar semua berlalu,
melihat kaca yang retak tanpa pernah ragu,
kucoba untuk berjalan mesti takkan pernah tahu,
hingga kudapat kepingan cahaya dimatamu.
Langganan:
Postingan (Atom)